Belajar Menapaki Kehidupan & Berevolusi Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik.
Mutiara Hati

Visi :
"Menapaki Revolusi Era Baru Bangsa Indonesia Tahun 2045"
Sang Mutiara Hati. Diberdayakan oleh Blogger.
Anda Butuh Training Manajemen, Training SDM, Survey Kepuasan Pelayanan dan Research di Perusahaan Anda?

Julia Perez, Maria Eva, & simbol resistansi

Oleh: Tomy Sasangka

Mestinya tidak ada yang salah dengan hasrat artis sensual bernama Julia Rahmawati, lebih dikenal dengan Julia Perez alias Jupe, untuk ikut dalam pencalonan pemilihan Bupati Pacitan. Begitu juga dengan keinginan pedangdut Maria Eva alias Maria Ulfah bertarung memperebutkan kursi serupa di Sidoarjo.
Bukan apa-apa. Mereka berdua adalah warga negara yang sah, dengan demikian wajib dilindungi oleh penjaga aturan dan konstitusi agar hak politik mereka bukan sekadar dihormati, tetapi benar-benar dijamin dan terjamin.
Bahwa tampilnya dua perempuan muda 'kontroversial' itu mengganggu kenyamanan dan obsesi moral sejumlah pihak, itu tak bisa dipungkiri. Adalah hak orang lain untuk berkomentar atau menyatakan tidak suka terhadap seseorang, sejauh hal itu tidak melanggar aturan perundangan.
Tentu saja Julia Perez dan Maria Eva sadar betul risiko menjadi calon pemimpin; tidak semua orang menyukai diri mereka. Selalu ada pro-kontra, dan itu lumrah. Pemimpin yang berharap semua orang menyukai dirinya adalah tipe megalomania.
Artinya, Julia Perez dan Maria Eva niscaya mahfum belaka di tengah kontroversi tentang riwayat mereka yang acap kali dihubungkan dengan erotisme dan kemesuman, tak semua orang menyukai diri mereka.
Adalah fakta bahwa Julia Perez dikenal sebagai selebritas yang cukup berani berbusana minimalis, sedangkan Maria Eva pernah secara terang-terangan mengakui kisah 'cinta terlarang'-nya dengan seorang politisi yang terungkap dalam potongan video klip adegan ranjang.
Akan halnya Julia Perez, sejauh ini gaya penampilannya agaknya masih dalam koridor kewajaran. Faktanya, dia belum atau tidak pernah dituding berbuat mesum yang bisa membawanya ke persoalan tindak pidana ringan.
Julia Perez juga belum atau tidak pernah terkena UU Antipornografi yang kontroversial itu. Ini artinya, segala tingkah-polah Julia Perez yang kerap dikait-kaitkan dengan sensualitas, toh bukan sebuah pelanggaran hukum.
Sementara itu, Maria Eva juga tak pernah terkena masalah pidana. Soal fakta bahwa dia pernah bermain cinta dengan seorang politisi, itu sesungguhnya persoalan privat. Kebetulan saja potongan video klip 'petualangan'-nya itu sempat beredar di ranah publik.
Namun, lebih dari itu, manusia toh bisa berubah, bisa insaf, dan tampil dengan karakter yang boleh jadi bertolak belakang dibandingkan dengan yang dilakoninya dulu. Bukankah Anton Medan yang pernah disebut-sebut sebagai preman kelas berat kini telah menjadi dai-seorang pendakwah Islam?
Cacat moral?
Ini mungkin memang hanya kebetulan. Di tengah hangatnya berita pencalonan Jupe, Maria Eva, dan sebelumnya selebritas seksi Ayu Azhari (tapi akhirnya gagal untuk menjadi calon Wakil Bupati Sukabumi), Mendagri Gamawan Fauzi mewacanakan revisi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama terkait dengan persyaratan calon kepala daerah.
Dari sekian poin revisi yang ditawarkannya, yang menarik adalah ihwal calon harus tidak punya 'cacat moral'. Cacat moral yang dimaksud Gamawan adalah, salah satunya, dikenal tidak pernah berbuat mesum atau berzina.
Persoalannya, siapa yang berhak mengualifikasikan perilaku seseorang termasuk cacat moral atau tidak, Gamawan tidak memerinci.
Kualifikasi cacat moral itu membutuhkan konfirmasi putusan pengadilan atau sekadar masukan sejumlah pihak, termasuk dalam hal ini adalah kalangan agamawan? Atau, bolehkah KPU secara sepihak menentukan seorang calon kepala daerah cacat moral atau tidak?
Bukankah partai pengusung kandidat tersebut akan marah kalau calonnya didiskualifikasi hanya karena persoalan 'cacat moral', bukan karena alasan serius seperti pernah dipidana korupsi atau terbukti sebagai pengemplang pajak?
Setidaknya, hingga hari ini, Julia Perez dan Maria Eva tidak pernah tersangkut tindak pidana korupsi, dan tampaknya juga bukan tipe manusia Indonesia yang memiliki rekening miliaran rupiah dari hasil 'menjarah' uang negara.
Memang, talenta yang mereka kembangkan untuk survive atau menyiasati kehidupan barangkali dari jenis pekerjaan yang sering dicibir atau paling sedikit bukan profesi mulia yang gemar didongengkan orang tua kepada anak-anaknya menjelang tidur.
Nah, di tengah kebangkrutan moral politik yang melanda negeri ini-antara lain tecermin dari banyaknya kasus-kasus korupsi yang menjerat bekas menteri, anggota DPR, gubernur, wali kota dan bupati, juga penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim-kehadiran Julia Perez dan Maria Eva seolah-olah menjadi antitesis. Menjadi simbol resistansi atau perlawanan sosial.
Boleh jadi Julia Perez dan Maria Eva-juga sesama artis yang kini mencoba bertarung dalam pilkada-ingin menghadirkan pesan sederhana kepada masyarakat luas.
"Kalau para pemimpin tidak becus memimpin dan hanya pandai korupsi, lebih baik tidak usah punya pemimpin. Atau, pilihlah kami yang dianggap bodoh dan tidak bermoral ini, tapi dijamin tidak korupsi!"
Dengan kata lain, kalau para politisi, pejabat negara dan para pemimpin lainnya mampu memberikan jaminan bahwa mereka akan berkinerja baik, tidak korup dan selalu amanah, Julia Perez dan Maria Eva barangkali akan dengan ikhlas tetap menekuni profesinya selama ini, dan tidak tergiur untuk masuk dalam ranah politik, apalagi maju dalam pilkada! (tomy.sasangka@bisnis.co.id)
    http://web.bisnis.com
0 Komentar untuk " Julia Perez, Maria Eva, & simbol resistansi "
Back To Top