Eko Eddya Supriyanto[2]
Abtract
Pancasila
as the national ideology is a political agreement as the Founding Father of
Indonesia state Funded. Pancasila as the state becomes the foundation for all
areas, not least of Economic Policy. But international competition through
globalization is a challenge for family economic containing the values of
Pancasila to expand its sovereignty.
The
purpose of this study was to determine the Pancasila in the era of
globalization and the implementation of Pancasila values in economic policy in
Tegal regency views of the Medium Term Development Plan 2009-2014.
This
study uses descriptive analytical research on Pancasila was conducted in Tegal
regency by analyzing economic policy Tegal regency with the values of
Pancasila, seen from the Medium Term Development Plan 2009-2014 Tegal regency.
The
existence of Pancasila values in Tegal regency very obvious when viewed from
the vision and mission, as well as Medium Term Development Plan 2009-2014. But
in the translation program implementation vision and mission Tegal has not done
optimally.
Keywords: Pancasila values, Globalization,
Economic Pancasila.
A.
PENDAHULUAN
Era reformasi
yang sudah berjalan sejak 1988, membawa angin segar demokrasi dimana negara
Indonesia mengawali tonggak sejarah baru yang terus bergulir ke dalam babak
baru ke sebuah masa yang penuh kebebasan dalam menganut dan mengungkapkan suatu
pandangan politik, namun sayang seribu sayang kebebasan itu berdampak pada
penurunan pamor Pancasila, sehingga menjadikan sebuah alasan penulis untuk
menyampaikan keprihatinananya terhadap merebaknya pandangan politik sektarian
ditengah kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Lebih dari itu Pancasila
dianggap tidak menjawab apa yang menjadi relevansinya terhadap tantangan ke
depan, termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Bung Karno menyebut pertama kali dalam pidatonya tanggal 1
Juni 1945 dihadapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pancasila
merupakan keyakinan pokok dan penuh dari Bung Karno bahwa suatu negara
Indonesia yang berdaulat dapat bertahan hanya apabila ia dibangun atas dasar
yang dapat diterima oleh semua golongan, politik, dan agama.( A.C Manullang - 1986)
Sangat
disesalkan mengingat sampai sekarang, belum terlihat jelas upaya mewujudkan
nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila secara sungguh-sungguh dan tidak pernah
sepenuh hati dilaksanakan secara konkret. Jangankan dilaksanakan dengan
kesungguhan, keinginan membicarakannya saja cenderung ditinggalkan belakangan
ini, Pancasila terkesan seperti ditelantarkan. Eksistensi negara-bangsa
Indonesia yang pluralistik terancam tamat jika dasar negara dan konstitusi
tidak dijadikan ukuran dan acuan dalam berpikir serta berprilaku sebagai warga
negara. (Rikard Bangun-2011)
Ancaman
lain terhadap eksistensi Pancasila adalah globalisasi, globalisasi sendiri
pengertiannya sangat beragam, ada yang pro dengan globalisasi ada juga yang
kontra. Namun ada pula yang menyebut globalisasi sebagai mitos. Akan tetapi
pendefinisian globalisasi akan lebih dekat dengan persoalan ekonomi politik
yang mengalami perkembangan yang pesat pada awal dekade 1990-an. Globalisasi
bisa menjadi peluang dan bisa menjadi ancaman untuk bangsa ini karena
globalisasi mempunyai makna yang negatif dan positif.
Ideologi
mulai dihancurkan dengan paham praktis pragmatis yang mengesampingkan idealisme
dan mementingkan pertumbuhan ekonomi. Kapitalisme global mengetengahkan,
mementingkan individualisme untuk menghancurkan nilai sosial/masyarakat
Pancasila. Kemudian dikembangkan demokrasi liberal yang menghalalkan yang
menghalalkan politik marjinalisasi dan mengejar akumulasi pertumbuhan
individu-individu. Sedangkan Pancasila yang mempunyai nilai ke-Tuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan Indonesia adalah mewujudkan berkeadilan sosial.( Moch. Marsinggih MD 2012)
Melihat
pernyataan tentang pertentangan Pancasila dengan globalisasi, tentunya akan
menghasilkan semacam antitesis globalisasi dari Pancasila, lalu dengan
menggunakan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang sudah pakem dan
tidak dapat lagi diganggu gugat oleh ideologi lain. Tetapi yang masih ironis
adalah kita punya dasar negara yang maha dahsyat yang hadir karena kodrat
adanya kompleksitas permasalahan, segala perbedaan sebagai keragaman yang
membawa berkah bagi bangsa Indonesia dan nilai-nilai dari Pancasila sendiri
diambil dari budaya bangsa, namun masih banyak disana-sini terlihat kemiskinan
yang masih melanda negeri kita yang tercinta ini. Bagaimana Pancasila tetap
eksisten ditengah gempuran
globalisasi yang katanya mengenyampingkan masalah ideologi tetapi lebih banyak
melangkah pada sistem kemitraan yang katanya saling menguntungkan ini.
Ekonomi Indonesia pada masa rezim Orde Baru lebih dikenal
dengan nama Ekonomi Pancasila namun karena Ekonomi Pancasila itu lekat
hubungannya dengan Orde Baru sehingga pasca masa Reformasi para pakar lebih
elegan menyebutnya sebagai Ekonomi Kerakyatan. Namun dalam perjalanannya
Ekonomi Kerakyatan tidak pernah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan apa
yang di cita-citakan oleh Pancasila.
Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan
ekonomi di Kabupaten Tegal sendiri sudah terlihat dari materi yang terkandung
dalam visi dan misi serta RPJMD Kabupaten Tegal 2009-2014. Seperti yang kita
ketahui struktur ekonomi Kabupaten Tegal ditopang tiga sektor utama, yaitu
sektor primer ( Pertanian dan Industri ) dan sektor sekunder yaitu perdagangan.
Sektor pertanian memiliki peranan sebesar 14,12 persen, sektor industri
memiliki peranan sebesar 28,46 persen. Untuk sektor perdagangan memiliki
sumbangan sebesar 31,12 persen.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tegal tahun 2011 sebesar
4,83 persen dan ini relatif lebih rendah dibanding tahun 2010 yang
sebesar 5,29 persen. Dari beberapa sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi
adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 6,76 persen disusul sektor
bangunan sebesar 6,38 persen. Sedangkan sektoryang mengalami pertumbuhan
terendah adalah sektor pertanian yaitu sebesar 2,46 persen.(BPS Kabupaten Tegal
tahun 2010-2011)
Dalam
perjalanannya perekonomian masyarakat Kabupaten Tegal membutuhkan semacam
perlindungan atau proteksi dalam bentuk kebijakan untuk melindungi ekonomi
masyarakat Kabupaten Tegal dari persaingan para pemodal besar yang tentunya
akan sangat merugikan sebuah usaha dari masyarakat Kabupaten Tegal sendiri
apabila tidak ada dukungan kebijakan dari Pemerintah secara nyata.
Masalah ekonomi memang menjadi masalah pembangunan
daerah maupun nasional begitu juga di Kabupaten Tegal ini. Sebenarnya Kabupaten
Tegal mempunyai banyak potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal seperti
kondisi wilayah yang bervariasi yaitu pesisir, dataran rendah serta dataran
tinggi. Masing-masing wilayah ini pastinya mempunyai komoditas ekonomi yang
beragam yaitu wisata pantai dan hasil laut didaerah pesisir, pusat perdagangan
dan pusat perkotaan didaerah dataran rendah serta hasil perkebunan dan wisata
alam didaerah dataran tinggi seharusnya ini menjadi modal penting dalam
perluasan lapangan pekerjaan dimasing-masing wilayah yang tentunya perlu dengan
dukungan penuh dari pemerintah daerah.
Hal ini perlu didukung kebijakan pengendalian
penggunaan lahan, peningkatan kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan
keberadaan air tanah, memperkokoh kelembagaan sumber daya air untuk
meningkatkan keterpaduan dan kualitas pelayanan terhadap masyarakat,
meningkatkan kapasitas aparat desa, mendorong peran serta masyarakat melalui
lembaga-lembaga pelayanan dalam berbagai bidang (lembaga pelatihan, penyuluhan,
layanan sosial dll), pemetaan sumberdaya manusia dengan menerapkan sistem
informasi kependudukan dengan berbagai macam atributnya, perluasan dan
pendayagunaan Teknologi.
B.
PEMBAHASAN
B1.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Tegal 2009-2014
Kebijakan ekonomi Kabupaten Tegal sangat
bergantung pada beberapa sektor yang sudah disematkan dalam sebuah Jargon
PERTIWI (Pertanian, Industri dan Pariwisata), yang menjadikan acuan untuk
membuat kebijakan ekonomi.
Berikut ini adalah kebijakan ekonomi
yang terrangkum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Tegal 2009-2014 :
Pertama,
Penyediaan
fasilitas perdagangan. Sektor perdagangan menduduki peringkat kedua dalam
memberikan kontribusi terhadap PDRB, yaitu sebesar 27%. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor perdagangan sangat potensial untuk dikembangkan. Itulah sebabnya,
dibutuhkan kebijakan penyediaan fasilitas perdagangan guna mendukung aktivitas
perdagangan. Kebijakan tersebut dalam penerapannya dilaksanakan melalui program
pengembangan infrastruktur perdagangan.
Kedua,
Peningkatan
Investasi. Investasi adalah salah satu jalur hubungan daerah dengan berbagai
pihak. Investasi memiliki arti penting bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, pengembangan sumber daya strategis daerah, serta implementasi
dan transfer keahlian dan teknologi. Dengan demikian investasi dapat menjadi salah
satu solusi dalam memecahkan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Menyadari
urgensi investasi maka perlu adanya kebijakan peningkatan investasi dan rencana
aksi yang dapat memberikan daya tarik bagi tumbuh dan berkembangnya investasi,
melalui program pembangunan pelibatan sumber daya paseduluran, program
penciptaan iklim yang mendukung investasi, program peningkatan infrastruktur
investasi, dan program pemasaran aktif.
Ketiga,
Reformasi
Kebijakan Bisnis. Kebijakan ini diperlukan dengan maksud untuk menciptakan
iklim bisnis yang kondusif. Oleh karena itu, kebijakan bisnis yang dinilai
menghambat perkembangan bisnis di daerah perlu dikaji dan dilakukan
penyempurnaan. Untuk mendukung kebijakan tersebut, dapat dilakukan dengan
penerapan program penyederhanaan regulasi bisnis, dan program penciptaan
lingkungan legal dan regulasi kondusif.
Keempat,
Pengembangan
Rumpun Usaha. Upaya perkuatan rumpun usaha yang saling terkait dalam rantai
nilai perlu dilakukan untuk memberikan ungkitan besar pada pendapatan masyarakat.
Pada dasarnya setiap pelaku pada mata rantai nilai adalah organ ekonomi yang
hidup dan membutuhkan perkuatan untuk meningkatkan aliran barang, jasa, uang,
informasi dan pengetahuan. Itulah sebabnya diperlukan adanya kebijakan
pengembangan rumpun usaha yang dilaksanakan melalui program peningkatan
kolaborasi ekonomi dan program peningkatan skema pembiayaan berisiko.
Kelima,
Pengembangan
Eko-Efisiensi. Melalui kebijakan ini para pelaku usaha dilibatkan untuk
memanfaatkan secara efisien sumber daya yang dimiliki termasuk mengoptimalkan
potensi ekonomi dan sosial yang ada di sekitarnya. Kebijakan pengembangan
eko-efisiensi melalui pendekatan eko-efisiensi dapat diterapkan dengan
mengembangkan usaha kecil dan menengah yang ramah lingkungan, yang pada prinsipnya
adalah menyelaraskan perbaikan lingkungan dengan menyentuh sektor ekonomi dan
sosial masyarakat. Dalam tataran opersional, kebijakan dan pendekatan
pengembangan ekoefisiensi diaplikasikan melalui program pengembangan insentif
dan disinsentif.
Keenam,
Perbaikan
Sistem Produksi. Dalam dunia usaha, peningkatan produksi menjadi target utama
yang terkadang kurang memperhatikan kondisi lingkungan. Fenomena ini merupakan
persoalan serius yang harus segera memperoleh perhatian. Akar permasalahannya
terletak pada bekerjanya sistem produksi yang dibangun. Oleh karena itu, perlu
adanya kebijakan perbaikan sistem produksi dalam rangka mewujudkan penguatan
industri yang ramah lingkungan dan penataan daerah industri. Untuk mendukung
kebijakan tersebut, terdapat dua program yang akan dijalankan, yaitu program
penguatan industri ramah lingkungan dan program penataan daerah industri.
Ketujuh,
Inisiasi
Klaster Industri Kreatif. Pengembangan industri kreatif harus tetap
mempertahankan nilai-nilai tradisional. Beberapa hal yang mempengaruhi
keberhasilan pembangunan industri kreatif adalah sumber daya manusia, anggaran,
teknologi penunjang, kebijakan pemerintah, dan infrastruktur fisik. Tahapan
yang paling sulit dalam pengembangan industri kreatif adalah penciptaan apresiasi
terhadap industri kreatif itu sendiri. Pengembangan industri kreatif berikutnya
membutuhkan adanya kebijakan inisiasi klaster industri kreatif yang diterapkan
melalui : (a) program pengembangan nilai ekonomi kegiatan kreatif; (b) program
peningkatan transaksi industri kreatif; dan (c) program perbaikan lingkungan
klaster.
Kedelapan,
Pembudayaan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dalam tatanan ekonomi modern, Hak Kekayaan
Intelektual merupakan suatu hal yang sangat penting utamanya untuk melindungi
keberadaan setiap produk bisnis dan jasa yang dijalankan. Pelaksanaan dan
perlindungan HKI akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong
investasi dan pengalihan teknologi secara cepat, serta merangsang daya saing
masyarakat dan perusahaan setempat. Untuk menyadarkan masyarakat akan urgensi
HKI diperlukan kebijakan pembudayaan HKI, yang diimplementasikan melalui
program perlindungan dan pemanfaatan HKI dan program fasilitasi perolehan HKI.
B2.
Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam
Kebijakan Ekonomi di Kabupaten Tegal
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara secara global kita mengenal beberapa sistem
ekonomi yang menjadi sebuah pijakan untuk menjalankan roda ekonomi. Ada sistem
ekonomi pasar yang diterapkan oleh negara-negara yang menganut ideologi
liberal, dan sistem ekonomi komando yang diterapkan oleh negara-negara yang
menganut ideologi komunis serta sistem ekonomi campuran seperti yang diterapkan
di Inggris dan Jerman.
Indonesia
sebagai negara yang menganut ideologi Pancasila, serta menganut pula sistem
ekonomi Pancasila maka akan menerapkan nilai-nilai ekonomi yang di amanatkan
oleh Pancasila.
Sistem ekonomi kekeluargaan atau kelembagaan yang diamanatkan oleh
Pancasila adalah sistem ekonomi kekeluargaan, penjelasannya sistem ekonomi
kapitalis yang mengabsahkan penindasan kepada yang lemah, eksploitasi,
individualisme. Sedangkan sistem ekonomi kekeluargaan tidak ada penindasan.
Semuanya diatur secara keluarga pastinya hal-hal yang bersifat musyawarah dan
mufakat yang tentunya sudah di jabarkan dalam pasal 33. Sistem ekonomi
kekeluargaan juga dapat diartikan membangun perekonomian secara mandiri dengan
pengertian tidak diperbolehkan menggantungkan pada asing atau biasa di sebut
ekonomi kerakyatan. (Pancasila sebagai cita-cita dan UUD 1945 sebagai cara
untuk mencapai cita-cita tersebut) oleh karena itu Pancasila harus jadi acuan
pasal-pasal UUD 1945.
Pancasila
sebagai ideologi bangsa Indonesia menjadi acuan Undang-Undang Dasar 1945,
seharusnya menjadi acuan kebijakan, dan turunan dari kebijakan ini adalah
undang-undang dan peraturan dibawahnya, dari perumusan kebijakan, implementasi
sampai pada evaluasi kebijakan.
Kebijakan
ekonomi bangsa Indonesia tentunya harus mengacu pada Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila sebagai suatu ilmu tentunya dapat menjadi sebuah pisau analisis
sebuah kebijakan ekonomi.
Proses
pembuatan kebijakan harus sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, karena itu bagian dari perintah konstitusi kita. Namun dalam
pelaksanaannya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam proses pembuatan
kebijakan publik dalam hal ini kebijakan ekonomi tentu ada kendalanya.
kendala
internal seperti orang atau si pembuat kebijakan itu tau tidak mengenai
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, kemudian ada tidaknya ititkad baik
dari si pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan mengacu pada Pancasila,
kecenderungannya adalah pembuat kebijakan sudah terkontaminasi oleh
neoliberalisme. Dengan adanya kendala-kendala tersebut, lalu bagaimana solusi
dari permasalahan itu.
Solusinya adalah
dengan pencerahan Pancasila itu yang utama, pencerahan Pancasila pada para
pembuat kebijakan, kemudian kaum penyelenggara negara, dan para elit politik
kita.
Pengimplementasian nilai-nilai Pancasila
dalam kebijakan selalu di upayakan oleh orang-orang yang peduli terhadap
Pancasila, oleh karenanya para pemerhati Pancasila selalu mengupayakan agar
Pancasila selalu hadir pada sanubari masyarakat, terutama setiap kegiatan
masyarakat.
Salah
satu yang menjadi sorotan adalah menurunnya nilai-nilai Pancasila yaitu
gotong-royong dalam tradisi kehidupan bangsa indonesia dan meningkatnya
materialisme sehingga menjadikan masyarakat bersifat individual.
Gotong-royong
mengendap dalam diri masyarakat dan elemen bangsa ini. Karakteristik
gotong-royong adalah kebersamaan bukan individu, individu tumbuh sejalan dengan
atmosfer globalisasi. Tujuan dari globalisasi antara lain menguasai bangsa
Indonesia dengan IPTEK, semua negara yang menerima IPTEK harus punya daya
saing. Globalisasi menganut pasar bebas, lemahnya daya saing akan membuat bangsa
ini mudah di kuasai, kemudian globalisasi juga mendorong kepada ideologi dan
konstitusi yang bersifat neoliberal.
Salah
satu faktor yang menyebabkan menurunya nilai-nilai Pancasila dalam hal ini
gotong-royong adalah karena pengaruh globalisasi yang mau tidak mau membawa
kita dalam pusaran pasar bebas, dengan adanya pasar bebas tentu dalam hal
kebijakan ekonomi para pelaku usaha kecil menengah (UKM) perlu mendapatkan
proteksi dari pemerintah.
Dalam kaitannya
dengan pasar bebas atau free market bukan
karena kita tidak mampu bersaing dengan produk asing. Namun perlu diperhatikan
juga will pemerintah untuk memproteksi produk dalam negeri kita. Jangan
sampailah di persaingkan secara langsung tentu dengan tidak adanya persiapan
yang cukup kita tidak bisa bersaing dengan produk-produk asing.
Dalam rangka mengembangan usaha menengah
menjadi usaha besar, usaha kecil menjadi usaha menengah, dan usaha mikro
menjadi usaha kecil, salah satu kendala yang dihadapi adalah modal untuk
investasi dan modal untuk kerja.
Karena jangkauan pasar yang masih
terbatas, teknologi yang digunakan belum efisien, dan manajemen usaha yang
belum efisien, maka resiko kegagalannya cukup tinggi. Tingginya resiko gagal
menyebabkan resiko investasinya juga besar. Tingginya resiko investasi dan
rendahnya pemilikan collateral,
menyebabkan lembaga keuangan bank kurang berminat memberi pinjaman kepada UKM.
Jumlah dana yang diberikan bank kepada
UKM jauh dibawah tingkat perintaan UKM. Kekurangan pasokan ini selanjutnya
diisi oleh lembaga kredit non bank, seperti KOSIPA, dan pengijon, dengan
tingkat bunga jauh di atas tingkat bunga pasar. Intervensi pemerintah, melalui
dana bantuan langsung ke masyarakat, seperti dalam Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), Inpres Desa Tertinggal (IDT), dan program sejenis, ternyata
kurang efektif dan kurang efisien.
Kelembagaan
keuangan mikro (micro finance) yang
terbentuk dari program-program dimaksud, tingkat keberlanjutannya rendah, dan
hampir tidak mampu memecahkan permasalahan tingkat suku bunga yang tinggi.
Selain itu juga banyak menimbulkan ketergantungan kepada pemerintah dan
membutuhkan biaya delivery yang
tinggi.
B3. Penerapan
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Ekonomi Menurut Mubyarto
a.
Nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa. Roda perekonomian digerakkan oleh
rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial dan moral.
Asas
ketuhanan Yang Maha Esa kiranya jelas merupakan dasar moral dari perilaku
ekonomi manusia Indonesia. meskipun bahwa kesediaan mengendalian diri, sikap
tenggang rasa dan semangat kekeluargaan dari manusia Indonesia termasuk para
pengusaha dan orang-orang kayanya, sebenannya cukup besar.
Diharapkan
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mencakup sila ketuhanan Yang Maha Esa
yaitu mempertimbangkan moral serta sifat-sifat sitem moral ekonomi Indonesia
itu memang telah melandasi atau menjadi pedoman perilaku ekonomi perorangan,
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Dalam
hal ini, diharapakan ada semangat pembangunan ekonomi tanpa ada diskriminasi
antara pemodal besar dengan modal kecil. Dengan visi Kabupaten Tegal yang
menciptakan Gotong royong serta bertaqwa Kepada Tuhan YME, Kabupaten Tegal
harus jadi pelopor kebijakan yang Pancasilais dan menunjukan keberpihakkannya
pada pelaku usaha kecil dengan cara memberikan memprioritas kebijakan ekonomi
kepada pelaku usaha kecil dan menengah.
b.
Nilai
Kemanusaiaan Yang Adil dan Beradab. Ada kehendak kuat dan seluruh masyarakat
untuk mewujudkan kemerataan sosial (egalitarian) sesuai asas-asas kemanusiaan.
Semangat
kekeluargaan, cinta-mencintai, tenggang rasa, bila sudah merata pada seluruh
anggota masyarakat, akan menjelma menjadi semangat solidaritas sosial menuju
kemerataan sosial. Inilah manifestasi dari sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. berdasarkan pengalaman, semangat solidaritas akan menebal
dalam keadaan susah dan prihatin, dan sebaliknya cenderung menipis dalam serba
kemakmuran. Tetapi dalam hal ini pun banyak perkecualian, karena adanya
kecenderungan kuat berkembangnya rasa sosial dan peningkatan kegiatan
kemanusiaan pada saat seseorang mencapai sukses dalam bidang usaha. Sifat-sifat
kedermawanan ini memang selalu terlihat berkembang bila orang menjadi semakin kaya,
lebih-lebih bagi mereka yang taat beragama, karena ini sesuai pula dengan
ajaran-ajaran beragama.
Dalam
pelaksanaan program kebijakan proteksi usaha kecil misalnya masyarakat pelaku
usaha kecil harus menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, agar terjadi
jaring aspirasi sehingga perumusan kebijakan akan sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh para pelaku usaha kecil.
Kemerataan sosial dalam bidang ekonomi di Kabupaten Tegal
terlihat dari adanya klaster industri pada UKM yang akhirnya membentuk Koperasi
sebagai bagian dari usaha bersama, ini relevan dengan point koperasi sebagai
sokoguru perekonomian. Meskipun adanya koperasi ini masih inisiatif dari para
pelaku usaha itu sendiri bukan dari pemerintah, akhirnya pemerintah pun
bersedia memberikan stimulasi kepada koperasi para pelaku usaha ini.
c.
Persatuan
Indonesia. prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian
nasional yang tangguh. Ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijakan
ekonomi.
Semangat
nasionalisme di bidang ekonomi selalu menjiwai bangsa Indonesia. apabila
terlihat menyurut semangat ini, disebabkan oleh unsur-unsur keterpaksaan karena
semakin ketatnya persaingan internasional.
Kita
harus bisa menganalisis setiap kasus kebijakan ekonomi yang hendak diambil oleh
pemerintah, apakah akan menyumbang atau tidak pada peningkatan ketangguhan atau
ketahanan ekonomi nasional. Misalnya secara lebih spesifik, setiap utang baru
atau kerjasama ekonomi dengan negara lain bisa menyumbang atau malah sebaliknya
mengancam ketangguhan dan ketahanan ekonomi nasional.
Suatu
keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang
menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan
terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat
setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk yang positif
berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan.
Namun
belum adanya kebijakan proteksi terhadap usaha kecil menengah di Kabupaten
Tegal mau tidak mau harus secapatnya di rumuskan, agar para pelaku usaha kecil
dapat dengan nyaman menjalankan usahanya karena sudah ada regulasi yang
memberikan kelonggaran kepada mereka untuk berusaha.
d.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret
dari usaha bersama.
Dalam
melaksanakan sistem ekonomi usaha bersama berdasar asas kekeluargaan, kita
mengenal tiga pelaku utamanya yaitu koperasi, usaha negara dan usaha swasta.
Dari segi pandangan disiplin nasional yang harus atau wajib dipatuhi, kita bisa
menyatakan bahwa masing-masing pelaku ekonomi tersebut mempunyai etika kerja
sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lain.
Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial
merupakan organisasi atau perkumpulan orang bukan perkumpulan modal yang
dibentuk oleh para anggotanya untuk melayani kepentingan mereka, yaitu membantu
memperjuangkan kepentingan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan
kesejahteraannya. Ini berarti misi dari koperasi adalah pelayanan
sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin kepada anggota. Maka ukuran paling
mendasar untuk menilai berhasil tidaknya koperasi adalah manfaat pelayanan
kepada anggota.
Seperti yang dijelaskan diatas, adanya inisiatif dari para
pelaku usaha dari beberapa klaster industri di Kabupaten Tegal yang telah sadar
secara bersama-sama bersepakat untuk membuat koperasi sebagai wadah permodalan
bagi rumpun usaha yang mereka geluti. Sebagai contoh klaster indutri pembuatan
tahu di Kabupaten Tegal yang menjadi pelopor pembentukan koperasi yang mereka
namakan KOPTI (Koperasi Pengusaha Tahu Indonesia) meskipun koperasi ini tidak
hanya ada di Kabupaten Tegal saja, namun semangat ini yang akhirnya menginspirasi
klaster industri lain untuk membentuk koperasi. Sehingga berdiri Koperasi Karya
Bahari yaitu Koperasi miliki klaster industri perkapalan dan Koperasi Untung
Bersama milik klaster industri Metal
Recycle atau peleburan barang residu dari industri logam.
e.
Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Adanya imbangan yang jelas dan tegas
antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan
kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
Keadilan
sosial atau sosial justice merupakan
masalah yang sudah lama menjadi perhatian para pemikir, khususnya filosof.
Bangsa Indonesia mencantumkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai
tujuan akhir yang digambarkan sebagai masyarakat yang adil dan makmur, yang gemah ripah karta raharja, karena wujud
akhir dari masyarakat bangsa yang dituju, jelas dimaksudkan sebagai masyrakat
yang mengandung sifat-sifat keadilan dan kemakmuran yang lengkap, yang mencakup
keadilan hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, dan moral.
Secara
singkat, masyarakat adil dan makmur yang dituju adalah masyarakat adil makmur
berdasarkan Pancasila, yaitu masyarakat idaman yang secara lengkap dan utuh
didasarkan pada kelima sila dalam Pancasila dan muaranya pada sila yang kelima
yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial
bagi seluruh diwujudkan melalui realisasi prinsip keadilan dalam tiap-tiap
aspek keadilan, yaitu hukum, ekonomi politik, sosial budaya, dan moral yang
semuanya berkaitan erat.
Aspek
keadilan sosial memang menjadi dambaan masyarakat Kabupaten Tegal, khususnya di
bidang pertanian dan perdagangan. Betapa tidak ada beberapa kasus yang membuat
para pelaku usaha dibidang pertanian dan perdagangan begitu dilematis, seperti
yang terjadi di Kecamatan Talang. Seolah Ekonomi Pancasila itu runtuh oleh
segelintir orang bermodal besar, sehingga Koperasi Unit Desanya tidak bisa
beroperasi lantaran gedungnya disewa oleh salah satu ritel ternama.
Kemudian
gabah petani yang seharusnya bisa dijual di KUD dan bisa meminjam sedikit
permodalan dari KUD tidak bisa, sehingga mereka mengandalkan pinjaman
permodalan pada rente, yang sudah barang tentu sangat besar bunganya.
Yang
menjadi sorotan lainnya adalah sektor pariwisata yang cenderung jalan di tempat,
karena sebetulnya Kabupaten Tegal punya banyak potensi wisata yang seharusnya
bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan retribusi daerah, sehingga bisa
memaksimalkan pendapatan daerah.
Jika
semua program dalam kebijakan ekonomi Kabupaten Tegal bisa terimplementasi
dangan baik serta sasarannya tertuju dengan tepat tentu akan sedikit memberikan
ruang bagi pelaku usaha kecil, sehingga harapan tentang keadilan sosial ekonomi
masyarakat Kabupaten Tegal bisa terwujudkan sekaligus mengurangi stigma buruk
terhadap pemerintahan yang ada.
C.
PENUTUP
Sistem ekonomi yang sesuai dengan amanat Pancasila
adalah sistem ekonomi kekeluargaan, atau sistem ekonomi kerakyatan dan ada pula
yang menyebutnya sistem ekonomi kelembagaan. Merupakan sistem ekonomi yang
mengabsahkan nilai-nilai kekeluargaan yang bersifat musyawarah mufakat seperti
yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945.
Pancasila adalah cita-cita, sedangkan UUD 1945 adalah
sebuah cara untuk mencapai cita-cita yang ada dalam Pancasila, oleh karena itu
Pancasila harus jadi acuan pasal-pasal pada UUD 1945 serta undang-undang
dibawahnya.
Kabupaten Tegal mempunyai visi Tegal Gotong Royong
yang dilandaskan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga harapannya ini
bukan hanya sekedar visi. Harus ada realisasi bahwa Tegal adalah Kabupaten
Pelopor Gotong Royong serta pengimplementasi nilai-nilai Pancasila dalam setiap
kebijakan yang dibuat oleh pemerintahnya.
Peraturan daerah (Perda) yang sudah ada
perlu di tinjau kembali sesuai dengan tuntutan usaha kecil dan berpihak kepada
usaha kecil sebagai roda ekonomi di Kabupaten Tegal, konsekuensi logis
diberikan porsi yang memadai dalam APBD.
Daftar
Pustaka
Drijarkara,
N., 2006, Karya Lengkap Drijarkara, Kanisius.
Eatwell, Roger
dan Anthony Wright, 2003, Ideologi-Ideologi
Politik Kontemporer, Mediatir, Jakarta.
Kaelan,
M.S, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma,
Yogyakarta.
Manullang,
A.C, 1986, Pilar-Pilar Pancasila,
Setia Sakti, Jakarta.
Mubyarto, 2002. Ekonomi Pancasila.
Yogyakarta, BPFE-UGM.
Mubyarto, 1987, Ekonomi Pancasila : gagasan dan kemungkinan, LP3ES, Jakarta
Rinakit, Sukardi,
2009, Tuhan Tidak Tidur, Penerbit
Kompas, Jakarta.
Saksono, Ign. Gatut, 2008, Pancasila Soekarno, Urna Cipta Media
Jaya, Yogyakarta
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Tegal 2009-2014
[1] Di Terbitkan
dalam Politika Jurnal Ilmu Politik, Volume 4 Nomor 1, April 2013 Magister Ilmu
Politik Undip Semarang
0 Komentar untuk " PENERAPAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEBIJAKAN EKONOMI DI KABUPATEN TEGAL 2009-2014 "