Belajar Menapaki Kehidupan & Berevolusi Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik.
Mutiara Hati

Visi :
"Menapaki Revolusi Era Baru Bangsa Indonesia Tahun 2045"
Sang Mutiara Hati. Diberdayakan oleh Blogger.

Yang Banyak di Baca

Anda Butuh Training Manajemen, Training SDM, Survey Kepuasan Pelayanan dan Research di Perusahaan Anda?

Perjalanan Manusia

Oleh : Dr. Achmad Mubarok, MA

Bahwa manusia itu hidup dalam perputaran zaman adalah satu kenyataan. Dari medan zaman itulah timbul pertanyaan abadi; dari mana, mau kemana dan untuk apa manusia hidup. Sepanjang zaman manusia berusaha menjawab pertanyaan itu dan sudah ada jawaban itu tak pernah bisa memuaskan. Faham agama menjawab bahwa manusia datang dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Faham Atheis menjawab bahwa manusia itu datang secara alamiah dan akan hilang secara alamiah juga. Nak pertanyaan ketiga, yakni untuk apa manusia hidup dimuka bumi, kenapa mesti bersusah payah ngurusi orang lain? Mengapa mesti jujur? Siapa yang memberi hak azazi? Lalu apa kewajiban manusia? Siapa pula yang mewajibkan? Untuk siapa kita berbuat baik? Siapa yang menentukan sesuatu itu baik dan buruk? Begitulah seterusnya banyak sekali deretan pertanyaan yang harus dijawab oleh manusia dalam perjalanan mengikuti garis edar alam.
Kenyataan menunjukan bahwa ketika manusia menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, ada yang berpegang kepada cara berfikir (akal) dan ada yang berpegang kepada cara merasa (hati). Dari perbedaan cara itu lahirlah beberapa ukuran kebenaran, ada (a) kebenaran matematis, (b) kebenaran logis, (c) kebenaran filosofis, (d) kebenaran sosial, (e) kebenaran hukum, (f) kebenaran rasa, (g) kebenaran hati nurani, dan (h) kebenaran sufistik. Kebenaran matematik belum tentu memenuhi rasa kebenaran sosial kebenaran logis memuaskan fikiran tetapi belum tentu bisa menentramkan hati, kebenaran sosial sering tidak logis, kebenaran hukum sering tidak memenuhi rasa keadilan, kebenaran rasa sering sangat subyektif, kebenaran hati nurani juga sering susah dirumuskan dan kebenaran sufistik juga sangat subyektif.
Dalam nilai tersebutlah manusia mengarungi kehidupan kemanusiaannya. Manusia disebut Al Qur’an dengan nama Basyar, insane dan bani Adam. Manusia sebagai Basyar lebih menunjukan sifat lahiriah serta persamaan manusia sebagai keseluruhan, sedang insane lebih menunjukan sifat batiniahnya yang unik dan rumit. Dalam bahasa Arab, nama insane berasal dari kata nasyia-yansa yang artinya lupa, dari kata ‘uns yang sartinya jinak, harmini, tampak, dan mesra, dan dari kata nasa-yanusu yang artinya bergejolak. Jadi manusia sebagai makhluk psikologis adalah sosok yang suka lupa, terkadang mesra dan humoris, tetapi kadang bergejolak. Jika bina raga mempunyai ukuran kualitas fisik manusia, nah kualitas insane diukur dari kemampuannya memenej potensi lupa, mesra dan pergolakannya dalam merespond realita yang terkadang “obyektif” dan terkadang “subyektif”. Jika orang mengikuti jalur filosofis, maka ujungnya bisa menjadi filasuf, jika mengikuti jalur “keterampilan matematis” maka ujungnya bias menjadi tekhnokrat, dan jika orang mengikuti jalur spiritual maka ujungnya bisa menjadi orang saleh yang bijak.

Filasuf bisa menjelajah jauh ke hakikat “realita” hingga ia bisa merumuskan teori-teori kebenaran. Tekhnokrat bisa melakukan rekayasa sedemikian rupa hingga bias menghasilkan “karya” spektakuler, dan orang saleh yang bijak bisa memahami segala realita dan memandang perputaran zaman dengan sekali tatap sehingga masa lalu, masa kini dan masa mendatang nampak dalam satu tayangan.

DR. H. Achmad Mubarok, MA
Pengasuh Pesantren Pengembangan Masyarakat Fisabilillah

EKO EDDYA SUPRIYANTO



0 Komentar untuk " Perjalanan Manusia "
Back To Top