Nilai Ekonomi Syariah Pasal 33
Imam Munadjat ;
Dosen Fakultas Agama Islam
(FAI) Unissula Semarang,
Alumnus S-3 Ekonomi Islam Unair Surabaya
SUARA
MERDEKA, 18 Maret 2014
SAAT ini
buku teks yang dipakai beberapa universitas adalah Economics yang ditulis Michael Parkin. Sama saja dengan buku
induk Economicsnya Samuelson, pada
buku itu tidak ada perkataan cooperation,
apalagi cooperatives. Semuanya
melulu hanya competition-based
economics dengan dominasi market forces, yang berarti mengacu pada paham
fundamentalisme pasar (market
fundamentalism). Buku-buku induk tersebut yang kemudian diikuti oleh buku
teks lainnya, hanya memperkenalkan ilmu ekonomi dari segi competition (persaingan).
Ini berarti mindset kita ”dicekoki”dengan paham neoklasikal sehingga pola
pikir ekonom kita pun terkapsul sedemikian rupa. Buntutnya, mereka mudah
menerima dan membenarkan kapitalisme dan liberalisme, kemudian neoliberalisme
dengan paham individualisme sebagai bawaannya. Pemikiran paham-paham ekonomi
dengan segala muatannya itu bebas masuk ke dalam alam pikiran bangsa
Indonesia secara apa adanya.
Hal itu
seiring dengan masuknya buku-buku teks yang diajarkan melalui pengajaran di
kampus, yang diterima tanpa reserve, tanpa pembanding, tanpa terkoreksi
pemikiran ekonomi lain sebagai alternatif (Swasono, 2012) Pasal 33 UUD 1945
mengamanatkan (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan, (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan (3) bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penerjemahan
operasional ”dasar-dasar kebijakan ekonomi”Indonesia sebagaimana tertera pada
Pasal 33 telah dilakukan, salah satunya dengan mengejar pertumbuhan ekonomi
melalui pemerataan efek perembesan (trickle-down effect). Melalui teori
tersebut diharapkan tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Menurut
Prof Sri Edi Swasono, sesungguhnya teori ini termasuk paham yang mengabaikan
nilai-nilai kemartabatan manusia (dalam konteks ini adalah rakyat Indonesia)
karena rakyat hanya dianggap berhak atas rembesan pembangunan meskipun dalam
retorikanya selalu dikatakan bahwa pembangunan di negeri ini sesungguhnya
adalah pembangunan rakyat dan pembangunan untuk rakyat. Ia berpendapat
memosisikan rakyat hanya berhak atas rembesan, sama maknanya dengan melakukan
tindakan moral crime. Pasalnya, pada saat yang sama sesungguhnya yang terjadi
justru sebaliknya, yaitu sustained trickle-up effect (efek laten merembes ke
atas, nilai tambah ekonomi dari bawah terus-menerus tersetor ke atas).
Karenanya, beberapa kali pergantian pemerintahan di negeri ini, tak mampu
menyejahterakan rakyat Indonesia. Persoalan dasarnya, mindset pembangunan
ekonomi kita telah terkontaminasi dan terkurung dalam îkapsul” kapitalisme
dengan individualisme dan self interest sebagai turunannya. Asas Kekeluargaan
Sesuai dengan konstitusi, seyogianya sistem ekonomi ditata dan disusun dengan
mendasarkan beberapa paham. Pertama; usaha bersama, mutualisme, mengutamakan
semangat kerja sama, gotong royong, dan keserikatan dalam kejamaahan. Kedua;
asas kekeluargaan, brotherhood dalam pengertian ukhuwah.
Artinya, ada
tanggung jawab bersama demi kemajuan dan kemakmuran bersama dengan
mengutamakan kerukunan dan solidaritas di tengah masyarakat plural.
Pencanangan gerakan ekonomi syariah bisa menjadi penanda bahwa bangsa ini
punya kehendak melakukan reorientasi terhadap sistem ekonomi yang disusun,
direncanakan, dan dipersiapkan untuk masa depan.
Lewat
momentum itulah saatnya kita mengubah sudut pandang pengelolaan ekonomi
bangsa yang sejalan dengan harapan konstitusi dan mengacu pada nilai-nilai
luhur bangsa ini. Itu sejalan dan menindaklanjuti amanat Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono ketika mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (Gres) pada 17
November 2013. Waktu itu dikatakan, Indonesia yang berpenduduk mayoritas
muslim telah siap menjadi kekuatan ekonomi baru dengan meletakkan salah satu
kekuatan pilar peradabannya pada pembangunan ekonomi berbasis nilai-nilai
syariah.
0 Komentar untuk " Nilai Ekonomi Syariah Pasal 33 "