Kick Off
Cukup
lama juga saya menulis part 2 tentang Papua. karena Part 1 ditulis di 29
Januari 2015. karena kesibukan pekerjaan, dan berbagai hal yang membuat saya
vakum cukup lama dalam mengelola blog ini. berhubung membahas tentang sepak
bola sehingga saya mencoba membuat tulisan ini dengan gaya dan istilah yang ada
pada sepak bola. Alhamdulillahnya penulis sempat menginjakan kaki di Papua pada
tahun 2017 meskipun hanya di Provinsi Papua barat. Semoga bisa mengunjungi lagi
tanah Papua yang keindahannya bak Surga di Ujung Indonesia.
Berawal membaca beberapa draft di
Blog ini tentang sepak bola Papua. Sebenarnya saya juga vakum cukup lama juga
memperhatikan klub-klub sepak bola di Indonesia. ya setidaknya beberapa kali
membaca sekilas berita tentang sepak bola Indonesia. ada banyak peristiwa dalam
sepak bola Indonesia, mulai dari Sepak Bola Gajah baik level klub maupun level
Timnas (AFF 1998), tragedi
Kanjuruhan yang sangat memilukan (bahkan dibulan juli ini ketika Pak Jokowi
dan Pak Erik Tohir berkunjung ke Malang keluarga korban sempat menuntut
keadilan), persoalan pengaturan skor, persoalan PSSI yang belum memberikan
dampak nyata bagi perkembangan sepak bola Indonesia, gagalnya Indonesia sebagai
tuan rumah Piala Dunia U-20 dan yang relevan dengan tema tulisan ini adalah
terdegradasinya Persipura
dari Liga 1 musim 2021-2022 sehingga praktis saat ini tidak ada wakil Papua di
Liga 1.
Membahas sepak bola Papua tentu tidak hanya dari Klub semata, dari aspek pemain Papua tidak pernah kehabisan pemain sepak bola brilian. Mempunyai fisik yang kuat dan kemampuan sprint menjadi bekal mumpuni bagi para pemain Papua. Tidak di asah dengan skill olah bola dan aspek teknis lainnya akan menjadikan pemain Papua menjadi sepak bola yang tidak bisa di anggap enteng.
Water Break
Saya
sudah pernah membahas terkait dengan pembinaan
pemain muda di Papua pada Part 1. Pada Part 2 ini saya mencoba mencari akar
masalah kenapa sepak bola Papua menurun. Padahal kita tahu bahwa sepak bola
seharusnya bisa menjadi masa depan generasi muda Papua. Meskipun saya tidak
akan membahasnya secara gamblang permasalahan-permasalahan yang ada.
Faktor
eksternal (luar klub) yang menjadikan permasalah di klub-klub saat ini antara
lain SDM pengelola kompetisi termasuk di dalamnya PSSI. Ini yang paling penting
karena pemimpin adalah teladan bagi anggotanya. Kalau pemimpinnya tidak bisa
memimpin dengan benar, maka di bawahnya pasti berantakan. Hal ini
menjadi faktor utama yang tidak pernah ada baiknya. Namun ada harapan tinggi
pada kepemimpinan Erik Tohir. Meskipun diawal ETho menjabat sebagai Ketum PSSI,
terjadi penolakan keikut sertaan Timnas Israel dalam kompetisi Piala Dunia yang
harusnya Indonesia menjadi tuan rumah, buntut dari penolakan dari Gubernur Bali
dan Jateng ini Indonesia dibatalkan menjadi tuan rumah piala dunia U-20.
Masalah
kedua adalah drama drama pengaturan skor, pengaturan juara dan match fixing,
match acting, serta match setting. Ia mengaku hal ini semuanya
benar-benar terjadi di sepak bola Indonesia. Pemerintah perlu turun
tangan untuk mengawasi kompetisi Liga Indonesia dengan menggandeng satgas dari
Kepolisian maupun penyidik untuk menyelidikan aktor-aktor yang terlibat dalam
drama-drama tersebut.
Selain masalah-masalah eksternal, adanya faktor internal klub-klub Papua yang menjadikan tidak adanya wakil Klub Papua di Liga 1 di musim 2022/2023 ini. Diantara faktor tersebut adalah persoalan tata kelola klub, minimnya pendanaan terhadap klub, fasilitas sepak bola yang minim hingga pada persoalan-persoalan internal klub.
Namun sejatinya klub-klub Papua mempunyai sejarah yang cukup mentereng pada kancah nasional bahkan Persipura pernah juara Liga Indonesia pada 2005, 2008-2009, 2010-2011, dan 2013. Mereka juga juara Indonesian Soccer Championship (ISC) A 2016 (kompetisi sepak bola tak resmi Indonesia pascabebas dari sanksi FIFA).
Ada juga
Persiwa Wamena Medio 2007 sampai 2013, Persiwa yang berkompetisi di ISL nyaris tak pernah keluar dari 10 besar. Sayang, Persiwa sejak turun ke Liga 2 terus anjlok dan kini nasibnya
dipertanyakan. Musim 2014, Persiwa sebenarnya jadi runner-up Divisi Utama dan promosi ke ISL 2015 setelah degradasi pada 2013. Hanya saja, Persiwa gagal ke ISL 2015 setelah tak lolos verifikasi. Pada musim itu, ISL juga gagal selesai setelah FIFA memberi sanksi
Indonesia. Sementara itu, Persiwa pada saat ini nasibnya buram. Di Liga 3 Papua musim 2021 dan yang terbaru 2022 saja, Badai Pegunungan
Tengah tak ada dalam daftar.
Persidafon
yang merupakan saudara terdekat Persipura ini adalah klub Papua ketiga setelah Mutiara Hitam dan Persiwa yang berkompetisi di ISL. Jika Persipura dari Kota Jayapura, Persidafon merupakan klub asal Kabupaten Jayapura. Skuad dengan julukan Gabus Sentani ini
promosi ke ISL musim 2011-2012. Namun pada ISL 2013, Persidafon turun kasta ke Divisi Utama. Kala itu, Persidafon bareng degradasi dengan saudaranya dari Papua, Persiwa.
Dan klub-klub lain yang kini telah berevolusi seperti Persiram (Rajaampat) yang kini Merger pada 30 Maret 2016 dan kemudian nama Persiram hilang ganti jadi PS TNI, kemudian PS Tira. Perseru (Serui) yang kini berubah nama menjadi Badak Lampung di Tahun 2019, dan Tragisnya Badak Lampung terdegradasi ke Liga 2 di akhir musim 2019.
Sumber Tulisan: Skor.id, Media Indonesia, Sindonews
0 Komentar untuk " Sepak Bola Masa Depan Masyarakat Papua (Part 2) "